Radio vs TV

"Apa yang sedang kau dengarkan?"

Terkaget? Iya, tentu saja. Karena dia menyapaku ketika sedang asyik mendengarkan sebuah lagu.

"Ah, kau selalu saja. Hmm, ini lagu baru dari penyanyi yang aku suka dengarkan musiknya. Kenapa?"

"Tidak. Hanya sejak tadi aku perhatikan kau sangat menikmati setiap lantunan musik itu. Bahkan bibir mungilmu pun ikut bernyanyi."

Mukaku memerah. Bagaimana bisa dia terus memperhatikanku tapi aku sendiri pun tak sadar? Bodohnya sampai saat dia duduk di sebelahku pun aku masih tetap bertanya.

"Apa kau sudah memesan minuman? Kulihat meja ini masih bersih."

"Sudah. Mungkin sebentar lagi pesananku datang. Kau mau pesan apa?"

Lagi-lagi pertemuan dengannya berlangsung di luar rumah. Pertemuan tak sengaja untuk kesekian kalinya. Ya, karena aku agak canggung mengajaknya bertemu jika hanya berdua.

"Hei, kalian sudah sampai rupanya."

Dia adalah teman  kami yang menyapa. Dan yang mempunyai ide untuk bertemu kali ini adalah dia temanku ini.

"Ahh, kau ini kenapa selalu datang terlambat? Bahkan dia sudah berada di sini 30 menit sebelum aku sampai." temanku menghampiri meja kami dan berkomentar mengenai keterlambatannya.

"Maaf. Ada suatu hal yang harus aku selesaikan." jelasnya.

"Sudah. Jangan buang waktu lagi hari ini sudah larut. Semakin banyak kita membuang energi yang tak berguna semakin aku ingin cepat pulang."

"Tunggu.. Jangan pergi aku kan baru sampai."

Keributan kecil ini semakin membuatku merasa kangen dengan mereka. Dia yang sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya menyempatkan diri datang bertemu dengan aku dan temanku, Sedangkan temanku yang memang kebetulan sedang berada di sini juga meluangkan waktu untuk berjumpa.

"Sulit sekali mempertemukan kalian denganku di saat-saat seperti ini. Ku rasa waktu malam ini begitu kurang. Apa kau masih menyukai moccacino?"

Temanku mengeluh ketika sadar waktu semakin menyempit serta sempatnya dia bertanya mengenai minuman favori ku.

"Masih. Tidak berubah semenjak kau terakhir kali tau. Kenapa?"

"Tidak. Hanya ketika melihat kau dan dia sudah bersama duduk di sini seperti ada yang berubah diantara kalian?"

"Berubah? Bagaimana bisa? Dia tetap seperti yang dulu. Tak jauh berbeda untukku. Bisa kau lihat. Selera musik, minuman favorit, makanan kesukaan bahkan untuk buku-buku yang dia baca, tak ada yang berubah."

Bukan aku yang menjawab pertanyaan temanku. Tetapi dia. Aku baru sadar dia sampai sangat detail mengenaliku. Apa yang dia pikirkan sebenarnya? Semakin bingung. Tapi memang benar. Tak ada yang berubah dari diriku. Sama sekali tidak.

"Yah, aku bukan bertanya kepadamu. Kenapa kau yang harus menjawab?"

"Aku hanya mewakili dia saja. Tidak masalah kan?"

Aku hanya tersenyum melihat mereka bertengkar seperti anak kecil.

"Memang tidak ada yang berubah dariku. Kenapa kau berpikiran aku berubah? Mungkin kau yang berubah. Sudah lebih berisik dari sekedar radio rusak."

"Apa katamu? Radio rusak? Hei, aku ini TV LED keluaran terbaru bukan radio rusak. Kualitasku jauh lebih unggul dibandingkan dengan radio tanpa gambar."

"Jelas saja. Tapi kau lebih berisik dari sebelumnya."

Percakapan kecil yang selamanya akan aku ingat dengan mereka. Tidak ada yang berubah dari radio ataupun TV yang kukenal ini. Mereka tetaplah orang yang selalu aku rindukan untuk bergurau.

Jika temanku adalah TV, dia adalah radioku. Apapun yang dilihat oleh temanku tentang perubahan diantara kami. Tetap dia hanya bisa menjadi radio untukku yang hanya selalu bisa kudengar suaranya tanpa berharap wajah ataupun siluetnya tampil dihadapanku.

Radio yang akan kalah oleh TV karena zamannya.


NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books



Comments