Kotak Biru

Selalu ada ruang yang tak akan bisa diisi oleh siapa pun bahkan ketika ruang lain telah sesak.

Aku bukan lagi merasakan sebuah kekosongan yang tak lain ketika saat sebelumnya telah kukatakan bahwa aku sudah mulai bisa melupakan perasaan itu. Tentangmu.

Manik cokelatnya menatap perih ke dalam sebuah kotak biru yang terdampar pada sebuah meja. Bibirnya mengelu kaku tak bersuara dan berkata apapun ketika aku duduk bersebelahan dengannya.

Ada apa dengannya? Nyawa dan jiwanya seolah tak menyatu. Apa yang salah dengan diriku? Hendak menyadarkannya dari lamunan, aku sentuh perlahan pundaknya.

"Kenapa?"

"Ah! Oh, hai. Tidak ada apa-apa. Sejak kapan kau datang?"

"Belum lama saat kau masih melamun."

"Maaf! Aku tak menyadarinya."

"Itu bukan masalah. Sebenarnya ada apa? Apa yang kau pandang itu? Begitu seriusnya hingga matamu terlihat sedih."

"Hmm, ini sebuah hadiah dari seseorang yang aku temui sebelum kau datang."

"Siapa? Apakah dia? Dan kotak itu?" menunjuk kotak biru tersebut dan aku masih bertanya-tanya penasaran.

"Bukan. Itu bukan untukku tapi untukmu. Dan yang memberikan kotak biru itu. Iya adalah dia seseorang yang selama ini berusaha kau tiadakan."

Ucapannya kali ini yang membuatku kaget. Jujur sangat kaget..

"Untuk apa dia datang menemuimu? Adakah hal lain yang dia sampaikan?"

Masih termenungnya memandang lurus ke arahku. Aku tak bertemu pandang dengannya, pandanganku masih lurus ke arah kotak biru itu.

'Apa maksudnya memberikanku kotak ini? Kenapa dia masih menyimpan kotak yang kuberikan padanya dulu?'

"Aku pergi dulu. Pesanan ku belum kubayar. Tolong kau bayar dulu.Jjadikan satu dengan pesananmu saja ya. Nanti aku akan ke rumahmu."

"Tapi.. tunggu ada yang ingin aku tanyakan kepadamu. Kenapa kau jadi terburu-buru sekali, sih?"

"Bye! Nanti ku telepon."

Begitu saja. Dia pergi meninggalkanku dengan sebuah kotak biru pemberian seseorang yang kuusahakan tiada dalam hidupku. Seseorang yang kerap kali ingin kulupakan namun sulit secara perlahan.

Dalam diam karena mengingat itu, kulangkahkan kakiku pergi menuju meja kasir untuk membayar pesananku dan dia sebelumnya. Setelahnya aku berlari secepat mungkin meninggalkan kafe. Perasaan yang bercampur aduk dan beradu menitipkan kembali sosoknya yang tiada.

Kotak biru itupun ikut terbawa..


NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books



Comments