Mixing Feels, I Knew THAT Taste by Moccacino and Milk Mix

Diputar kembali. Aku mengulang kembali beberapa adegan menyenangkan dari film yang sedang ku tonton. Yup, sekarang aku sendiri di sebuah bioskop mini. Bukan bioskop sebenarnya, hanya sebuah tempat tersembunyi di sudut kamarku. Terlihat mini, karena aku hanya membuatnya di ruang kecil di kamar.

Kegiatan itu yang kulakukan beberapa hari belakangan ini. Berkencan dengan buku-buku dan sebuah pena sudah kujadwalkan di akhir pekan nanti. Masih ingat dengan kotak biru yang pernah diberikannya padaku? Hmm, sekarang kotak itu tertata rapih bersamaan dengan buku-buku favoritku.

Heh, apa dia menjadi barang favorit? Kukatakan iya. Lalu mengapa? Karena sekarang dia menjadi tempat kedua untukku. Sudahlah, tak perlu kuungkapkan dengan gamblang dan jelas. Toh, kalian tidak akan tahu kenapa.

"Hahaaha.. Apa begitu romantis dan lucu adegan di film yang sedang kakak tonton itu?"

Adikku. Boy-ish. Annoying. Dia anak lelaki tunggal. 

"Yah! Kau datang semua ketenanganku hilang. Sedang apa dan ada perlu apa kau datang ke kamarku adikku sayang?"




Kucubit kedua pipinya dengan gemas. Memainkan muka dan bibirnya dengan leluasa sebelum dia berteriak dan memandang dengan kejam ke arahku. Seolah ingin memakanku.

"Seeddttooop! Seetddobb~~ !!" 

Dia berteriak dengan suara yang kurang jelas. Berusaha menghentikan apa yang kulakukan padanya.

"Ah, apa? Kau berbicara tidak jelas. Auch! Yah!"

Tiba-tiba dia menggigit tanganku. Spontan aku tendang dia. Dan saat aku sadar ada suara benda jatuh. Rupanya ada benda yang tertindih olehnya.

"Aduh, kakak sakit tahu! Kenapa selalu saja begini setiap aku ke kamarmu? Aish! Untung buku yang kujatuhkan, bukan benda berharga kepunyaanmu yang lain."

"Bantu aku merapihkan kembali buku yang jatuh baru kau boleh keluar kamar ini."

"NO! Aku hanya ingin memberikan ini padamu, kak. Sebelum aku terkurung lebih lama lagi, aku pamit. Bye.."

"Hei, boy kembali!"

Sebelum dia pergi semakin menjauh..

"Oh iya, kak! Ada moccacino di dalam bungkusan itu. Aku tidak tahu dari siapa, tapi sepertinya ada seseorang yang sengaja meninggalkannya di halaman depan. Bye, kak.."

"Boy, tunggu! Aku belum selesai bertanya. Hmm, anak ini."

Kutinggalkan sejenak film yang sedang kutonton. Beranjak ke dapur dengan kantung coklat yang adikku tinggalkan diatas meja. Benar seperti yang dia katakan, ada satu sachet moccacino kesukaanku didalamnya. Dari siapa aku pun tak tahu. Tapi aku berterimakasih.

Kuseduh moccacino itu dan saat aku membuka freezer ada sekotak susu. Kucampur keduanya. Entah apa yang merasukiku hingga mencoba mencampurkan moccacino hangat dengan susu dingin.

"Mixing moccacino and milk. What will happening in my throat? Hope not sore, but will be nice." As i thought.

Kucoba seteguk. Rasa yang kurasakan di lidah adalah MIX. Mixing feeling. Rasa yang bercampur karena manis susu dan pahitnya moccacino. Aku menagih. Aku mencandu. Aku menyukai(?)  Tak lama berselang kuteguk kembali. Kali ini bertemankan dengan lagu yang sengaja kuputar. Suara yang beradu dari musik dan film yang ku tonton membuat ramai perasaan dan pikiranku.

Aroma moccacino dan susu yang bercampur ternyata membawa pikiranku ke tempat yang sudah lama tak ku kunjungi lagi. Tempat itu, tempat yang sudah selama sebulan ini tidak menghantuiku dan membuat jantungku berdenyut seperti biasanya.

Tak ada perasaan spesial saat aku mengingat tempat itu. Tak ada degup takut oleh beban dan penolakan saat aku memikirkan dia. Apa ini perasaan yang tercampur antara lega, sedih, namun bahagia serta kecewa pada saat bersamaan?

Aku pandangi kotak biru memberiannya sebulan lalu. Tak ada perasaan yang lebih bahagia dari bercampurnya seluruh perasaan seperti saat ini. Aku yang berusaha teguh berjuang mempertahakannya seorang diri. Akhirnya bisa berlega dan tersenyum untuk dirinya, saat aku menyadari sesuatu yang ku pertahankan itu sedikit demi sedikit lenyap.

Entah lenyap keseluruhan atau sebagian, yang pasti selangkah lebih ringan dari saat pertama aku memutuskan untuk tetap berkeras kepala. Dan seiring waktu pula aku menghabiskan coffee, ice cream dan susu untuk melupakannya.

Jika dulu kopi adalah teman di saat aku bersedih dan ice cream sebagai penawar dari pahitnya kopi. Sementara susu adalah pelenyap dari anta perasaan diantara kopi dan ice cream. Kenapa tidak kujadikan ketiganya satu seperti saat aku mencampurkan moccacino dan susu sekarang ini?

So, thanks to everyone. Entah siapa pun kau yang telah memberikan moccacino ini, aku berterimakasih dengan sangat termasuk dia. Because what? Mixing feels, i knew that taste by moccacino and milk mix from you. Karena itu pula, aku bisa tersenyum lega ketika kembali memikirkannya. Yakin saja, di suatu tempat dia berada, senyumnya jauh lebih ringan dan lega daripada yang kubayangkan.


































NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books

Comments