After Coffee, Tea Fill Up My Choco Chip: Did He Really Remember Me?


Sudah lebih dari beberapa waktu aku sama sekali tidak pernah mencicipi rasa dari minuman itu. Teringat pun tidak. Ditambah saat ini aku ingin meramunya dengan sekotak choco chip manis. Ingat itu ternyata yang membawa kerinduan ini.

Sebuah kejadian yang sepertinya baru terjadi beberapa hari lalu. Aku tak sengaja bertemu dengan teman lamaku.

Wajahnya yang telah lama tak ku jumpai, berubah seiring dengan waktu yang berlalu sejak pertama kami bertemu. Tak ada yang berubah dari penampilan fisiknya, hanya kebahagiaan dalam dirinya kini lebih terpancar.

Kisah saat aku pertama bertemu dengannya, berputar sekilas saat aku menatap kembali wajah cerianya. Jika kau tau dulu dirinya seperti apa, kau akan ikut bersyukur karena perubahan yang terjadi.

Pertama bertemu dengannya aku menemukan perasaan kurang nyaman dan tak bersahabat darinya di situasi yang dia jalani ini. Tapi sekarang semua perasaan itu sirna seiring dengan kedamaian yang bersahabat dengannya dan sang keadaan.

Muka berserinya saat ini yang aku ingat, yang membuatku tertegun juga ketika dia mengatakan ingin lebih lama bertemu dan bertukar-kabar denganku.

Tersenyum? Tentu saja. Karena aku tak percaya ada seseorang yang mengingatku. Bahagia saat aku bisa membuat seseorang merasa senang berada di dekatku.

Kembali ke keadaan saat ini.

Setelah pertemuan dengannya itu. Aku memiliki sebuah pertanyaan besar. Apakah semua orang baik yang datang sebentar, menetap lama di sisi atau sekedar menempatkan diri untuk terselip di hati masih mengingatku dengan sangat baik? Apa mereka sungguh bahagia saat mengingat sosokku?

Sebelum kisah yang ku torehkan menjadi pahit untuk mereka reka ulang, aku lebih dahulu senang merasakan pahit dari ampas kopi yang kuminum. Agar aku tak terlalu menyakitkan untuk mereka reka.

Pun ketika mereka berusaha melupakan, aku enggan menjadikan sisa teh yang ingin ku minum menyisakan pahit yang sama. Karena sebelumnya aku sudah menyaring dan menambahkan gula di dalamnya. Berharap manis yang membuahkan senyum ketika mereka melupa.

Jika pun sekarang berteman dengan choco chip. Anggaplah itu untuk penambah manis dan sedikit asam dari sisa-sisa pertemuan kopi dan tehku yang entah sudah berapa teguk aku rasa.

"Ordinary! As always, stay here with your daydreaming. Hal penting apa lagi yang kau renungkan?"

"Nothing. Its not important thing to you follow to think."

"Bukan hal penting, tapi sesuatu yang begitu mendalam. Very deeply, isnt you?"

"Hmm.."

Kali ini aku tersenyum mendengar ucapan terakhir dengannya. Tanggapnya dari setiap hal yang aku lakukan selalu membuahkan pemikiran baru yang ingin aku bagikan lagi dengannya.

"Btw, what are you doing in here? Bukankah kau sudah memutuskan semua hubungan denganku?"

"Aku ke sini karena ingin bertemu denganmu. Memberikan pasangan untuk kotak birumu."

"Kotak biru? Jadi, moccacino yang ku temukan di depan rumahku itu juga kau yang..?"

"Yes! Thats me. Itu aku yang sengaja meninggalkannya di depan rumahmu."

"Tapi mengapa? Aku sudah memutuskan untuk tidak membawamu sekarang dalam kehidupan. Aku.. belum sepenuhnya mampu menatapmu sebagai orang lain."

"Aku pun juga. Aku merindukanmu. Sampai saat ini aku masih mengingatmu."

"Benar? Benarkah kau mengingatku? Benarkah kau masih mengingat sosokku?"

"Iya."

"Sebagai?"

"Secangkir teh manis yang terhidang bersama sekotak choco chip seperti yang ada di atas mejamu saat ini."

"Apa kau jujur, aku yang kau ingat semanis teh dan choco chip ini?"

"Iya. Walau aku hanya mampu mendeskrispsikan sebesar 96%. Karena 4% itu telah aku buang bersamaan dengan sisa bungkus tehmu."

Bahkan dengannya yang kini berada di hadapanku, aku masih mengaharapkan sebuah ketulusan. Sama seperti yang aku dapatkan dari pertemuan tak sengajaku dengan teman lamaku. Sebuah senyum ketulusan yang dia berikan.

"Apa kau tulus?"

"Mungkin nantinya kau akan menanyakan lagi hal yang sama. Tapi aku berharap kau mendapatkan jawaban dari pernyataanku ini. Aku bahagia saat bisa kembali mengingatmu sebagai segelas teh manis dan sekotak choco chip. Senyum bahagiaku muncul saat itu juga. Oleh karenanya aku berani bertemu denganmu saat ini. Biarpun aku tahu kau masih mengingatku dalam setiap gelas moccacinomu. Tapi tak apa karena getir pahit itu masih bisa kulihat kau menikmati dengan wajah tersenyummu. Tapi bisakah aku menjadi pemanis dalam moccacinomu?"

Tercekak kata yang akan aku ucapkan untuknya. Aku hanya belum bisa menjawab pertanyaan dalam pernyataannya. Aku masih ragu. Apakah benar dia mengingatku?

Because i dont want to make more aches for my heart. After coffee, tea fill up my choco chip. While i could handle my feeling for him, he comes to fill up my nostagic. Did he really remember me?



NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books






Comments