A Cafe Milk Balloons of The Bubble Gums : "At Least, I Knew You Were Only One Place For Me.."



A confused feels. A comfortably places. A great nostalgic areas. The best way to forgetting. A good smile with bitter pain. In there, cafe milk with balloons of the bubble gums. With my throwback memories which accompanied. I stayed to cheering up myself after long journey. I want to know, are you the one my only place who I called home?
Aku kembali membuka pesan-pesan yang kukirimkan kepadamu. Pesan-pesan yang selama ini aku hapus dan tak terpikirkan akan dibaca olehmu. Entah sudah yang ke berapa kalinya aku mengganggumu. Tapi, kenyataan yang datang itu menyadarkanku bahwa selama ini kau tahu dan mengerti apa yang aku maksud.

"Sleep well, cat man.."

"You too."

Singkat. Dua percakapan singkat dari sekian banyak pesan yang kukirimkan untukmu. Aku mengirim pesan itu dan kau membalas. Semenjak terakhir kali pertemuan di hari itu, sebagian darimu mengusikku.

"Like I want to know. Did you really remember me? Or must I said I'm scared you will left again?"

"Seperti yang sudah pernah kukatakan. Aku ingin kembali menjadi sebuah ampas dari kopimu yang tercampur dengan teh ataupun pemanis lain agar kau tak lagi menatapku dengan kesedihan juga kebahagian yang melelahkanmu."

"I don't know. I'm just not ready for now. Aku belum dapat meyakinkan itu."

"Yes, I know. Just wanna to tell I was homesick about one ward in your heart. Aku ingin kembali merajut hubungan yang hilang itu.."

Aku berbohong saat kau menanyakan kepastian dalam pertanyaan itu. Iya aku tahu setelah kejadian itu, kau menjadi lebih dari sebuah dua percakapan antara aku dan kau. Tidak seperti sebelumnya. Ada perubahan yang tampak dari sikapmu. Mungkin tak seluruhnya berubah hanya sebagian dari sikap dingin yang mencair yang biasa kau tunjukkan.

"Silakan."

Ucapan dari seorang waitress membangunkan lamunanku sejenak. Dengan sopannya dia menghidangkan secangkir kopi dingin yang aku pesan.

“Terima kasih.”

Kembali setelah waitress itu pergi, pandanganku berguling lagi dengan pesan-pesan itu. Membaca lagi segala percakapan semu kau dan aku di ruang maya. Aku berkesimpulan bahwa kau menjadi lebih komunikatif kepadaku. Percakapan itu menjadi lebih intens dari sekedar sehari atau bulan-bulan berlangsung. Dan anehnya percakapan itu selalu terjadi di mana aku merasa rindu kepadamu. Tapi aku tak berani berkata kau dan aku memiliki perasaan yang sama.

Semua berlangsung seperti itu, hingga pada saat itu kau menghubungiku.

“Bagaimana? Siapa saja yang datang?”

“Ada lebih dari sahabat lama yang datang. Aku menunggumu, kenapa kau tidak datang?”

“I’m so sorry. I’m really tired because of work. I really sorry can’t go. Titip salamku dengan yang lainnya, ya.”

“Baik. Salammu sudah kusampaikan kepada lainnya. Sibuk ya? Jangan lupa istirahat.”

“Hahaha.. Iya, thank you.”

Itu pesan pertama yang kau kirim untukku. Pertama kalinya aku menerima pesan darimu dan pesan itu selalu berakhir dengan sebuah ucapan terima  kasihmu atas sebuah perhatian kecilku. Aku berusaha untuk tidak selalu berdekatan dengan sebuah perasaan itu lagi denganmu. Berusaha sewajar mungkin untuk menanggapi apa-apa yang muncul jika itu berhubungan denganmu. Karena aku menyadari akan sulit bersikap seperti orang lain saat itu adalah kau. Hingga dalam ruang maya pun topik pembicaraan itu tak lain hanyalah orang-orang di sekitar kita bukan antara aku dan kau.

Painful heart. Apa lagi yang ingin aku katakan kepadanya? Keadaan saat ini sudah lebih baik, tak perlu lagi aku merusaknya. Jika menghubunginya terlalu sering memberikan jarak yang dekat ini menjadi lebih renggang, lebih baik aku membatasi diriku. I don’t want he think I always disturb his life. Not again.

“Lalu.. apa yang akan kau lakukan?”

“Tetap seperti ini dan tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana esok.”

“Baiklah. Aku tidak bisa memaksamu dengan apapun. Tapi setidaknya tidak dengan wajah itu. Aku ingin kau tersenyum di tempat ini tanpa berkata “entahlah” yang selalu kau lontarkan.”

Senyum mengembang dari bibirku. Semeja dengan dia. Berteman dengan segelas milk shake dan dessert manis tersaji di meja. She is beautiful friend that I have. Caring, thoughtful and understand me very well.

Lalu kau..

Kau tepat berada sebaris denganku di café ini. Café yang diisi dengan sebuah rasa manis yang diciptakan dari susu, dan beberapa balon dengan permen karet. Aku menyebutnya café milk balloons of the bubble gums. Because in here, I could feel a lot of sweet and bitter feeling from me and you. Even she’s beside me, you one could I said as my place who I called home.

In café milk balloons of the bubble gums, I realized. That was you who I want to share my coffee time. That was you who I want. Only you who can come to my dream and only you who really I miss. Maybe another people come to replace you in my heart. But at least, I knew you were only one place for me. Would you like to share coffee with me?


 NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books

Comments