Ready? Apa aku siap bertemu dengan kematian?

Die. Dead. Death.

Kematian demi kematian terjadi. Entah sudah ke berapa kali menjadi bagian dari saksi hidup sosok yang hilang. Perjalanan panjang dalam sebuah perjuangan bernama kehidupan. Dibisikan hati terakhir saat melihat mereka berpulang, aku mungkin akan selalu mengulang perkataan yang sama. “Kalian akan selalu hidup dalam hati kami.”

Saat orang silih berganti mengenang dan menceritakan serta menangis bersama meminta keindahan tempat peristirahatan terakhir untuk mereka, aku tidak tahu seberapa tulus kadar kehilangan mereka. Dengan bukti sesegukan karena merintih atau senyum turut merasa berduka? Dari sekian banyak kesimpulan itu, aku berada pada giliran yang mana?

Sahabat. Untukku tidak ada yang bernama teman. Mereka selalu memiliki tempat yang sama. Tidak berbeda. Aku kehilangan salah satu dari mereka. Berkurang seiring waktu yang berlanjut. Entah giliran siapa selanjutnya. Aku pernah bergurau seperti tanpa beban dan juga siap untuk berpulang mungkin tentang berapa banyak ucapan perpisahan yang tulus yang akan aku dapatkan dari mereka yang masih hidup termasuk sahabat yang aku katakan tadi.

Ironi menurutku.

Apa yang aku tulis tentang ini? Maksudnya apa yang aku mau orang lain baca mengenai ini? Tidak tahu. Hanya perpisahan dari segelintir orang yang bertemu dengan kematian selalu membuat aku bertanya kembali apa yang terjadi dengan diriku saat aku juga bertemu dengan kematian? Apa orang terdekat akan ikut menangis sesegukan? Apa akan ada segerombolan orang berbaju hitam mengiringi aku menuju tempat akhir aku selamanya? Atau seseorang saja yang benar mengantarku?

Kalau mereka membaca ini saat aku pergi, anggaplah sebagai ucapan perpisahan. Tapi jika saat tulisan ini telah kubagikan melalui media sosialku ataupun blog pribadiku, bukan berarti aku mau mengucapkan ini sebagai tanda sebelum aku tinggalkan. Hei, bisa saja kalian berkata aku terlalu terbawa suasana karena kehilangan atau aku sudah gila hingga menjadi sensitif.

Hmm, tapi apa yang mau kukatakan. Aku hanya merasa perlu bercermin kembali. Hal ini sudah lebih dari sekian kali aku pikirkan. Ini bukan surat atau apapun sebagai salam pisah. Ini hanya apa yang aku pikirkan tentang kematian. Ini apa yang ada dalam pikiranku saat melihat lagi “drama” hidup dan mati yang berulang terputar. Aku hanya perlu menunggu panggilan dan setelah itu aku akan mengucapkan perpisahan biasa. Hanya biasa.

Oh, tapi hingga jam yang aku maksudkan berhenti, aku ingin menikmati satu hal yang bernama nafas dan juga kesenangan yang terjadi dari sekian pikiran dan imaginasiku bermain. Jadi, jangan terlalu bersimpati dan juga menilik hal itu lebih jauh. Aku yakin kalian juga aku masih bisa berhati-hati sementara.

Sudah nikmati saja :)



 NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books

Comments