Colorful Catcher: ...and Who Is Steve? [second sign]

Autumn, 16th October, Labyrinth City, 03:55 pm

Anne berjalan menghabiskan waktu di musim gugur dengan membawa sebuah buku yang akan dia baca di bangku taman labirin kota. Musim gugur kali ini adalah musim gugur kedua untuk Anne di kota Bernina. Kota asing yang dipilihnya untuk melanjutkan pendidikannya. Sebagai pendatang baru banyak hal yang harus Anne pelajari. Beradaptasi dengan warga asli. Mengenal kebiasaan serta norma-norma yang mereka tanam serta dengan kejamnya cuaca kota yang berbeda dari kota asalnya.

Anne berasal dari kota yang dominan dengan udara dingin, sementara di kota Bernina ini cuaca dingin tidak begitu menggigit untuknya. Hanya saat summer-lah tubuh Anne tidak bisa dengan baik beradaptasi. Bukannya sangat memalukan saat musim panas tetapi kau malah mengalami sakit demam. Seperti itulah keadaan yang Anne alami saat pertama kali musim panas di kota baru ini.
Satu hal yang Anne sukai dari kota ini adalah labirin di tengah kota yang usianya lebih mencapai berabad-abad tahun. Warga kota ini menyebutnya sebagai The Myth of Colors. Tidak ada yang tahu kenapa labirin kota ini dinamakan dengan nama itu, hanya nama itu sudah lama disematkan pada labirin di tengah kota ini.

Seperti biasa Anne berjalan ke tempat favoritnya. Tidak seperti kemarin, hari ini labirin kota lebih banyak dikunjungi oleh warga kota. Mungkin karena bulan ini belum memasuki bulan November dan suasana musim gugur kali ini sangat indah.

Sore hari ini, Anne sudah berencana menghabiskan waktunya membaca buku sambil menikmati bunga-bunga yang sedang berganti warna menggugurkan diri mereka menyambut musim dingin. Dari kejauhan Anne melihat sosok lelaki yang sedang duduk di bangku taman tempat favorit miliknya.

Who is he? Why he sit on my bench?

Anne menghampiri lelaki yang sedang sibuk mewarnai buku gambarnya. Entah gambar apa yang diwarnai, tetapi terlihat sekali bahwa lelaki itu sangat berkonsetrasi dengan pekerjaannya.

“Hei, siapa kamu? Kenapa kamu duduk dibangku milikku?” Anne bertanya sambil menunjuk bangku yang sedang diduduki oleh lelaki itu.

Lelaki tersebut memalingkan wajahnya ke arah Anne. Memandang bingung dengan pertanyaan yang Anne lontarkan.

“Kamu berbicara dengan siapa? Aku?” lelaki itu menjawab.

“Tentu saja siapa lagi orang yang duduk di bangku taman di sekitar sini? Tidak mungkin orang lain kan?” Anne memperjelas kepada siapa dia bertanya.

“Oh, hahhaha.. Aku kira kamu berbicara dengan orang lain. Maaf, memangnya di bangku ini tertulis namamu?” lelaki itu berbalik bertanya kepada Anne.

“Tidak. Tetapi tidak ada satu orang pun yang pernah duduk di bangku itu selain aku walau sepenuh apapun labirin kota ini dikunjungi. Jadi, aku yakin bangku itu adalah milikku.” jawab Anne yakin.

"Oke, aku jadi mengerti mengapa kamu menganggap bangku ini sebagai milikimu. But, Lady. This is a public bench. It’s sense that everybody can sit on this bench.”

“Yes, but I’m the one who found this bench. So, I want you to move.”

“Nope. Maybe you who must be move. I sit on this bench first today and this place is the best place in this labyrinth.”

“You..”

Anne merasa lelaki itu sangat tidak sopan mengusirnya pergi dari tempat favoritnya. Tidak bisakah lelaki itu bersikap lebih sopan lagi kepadanya. Pasalnya Anne tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh seorang lelaki. Di tempat asalnya kota Alpen, lelaki sangat menghormati wanita. Bahkan mereka akan mengalah dalam hal apapun dengan wanita. Termasuk dengan hal kecil seperti ini.
Merasa sangat tidak dihargai oleh lelaki itu, Anne dengan kasar mendorong lelaki itu hingga terjatuh.

“Hei, apa yang kau lakukan? Kau wanita tetapi bersikap kasar seolah laki-laki. Tidak bisakah kamu lebih anggun seperti wanita pada umumnya.”

“Untuk apa aku bersikap anggun kepada lelaki yang tidak pernah memiliki rasa hormat kepada wanita? Terlebih lagi lelaki seperti kau."

"Maksudmu? Hei, nona. Bukan berarti kau seorang wanita aku harus bersikap lembut kepadamu. Apa kamu tidak sadar, kaulah yang tidak memiliki sopan santun dan rasa hormat. Bagaimana bisa kamu mengusirku di saat aku tengah asyik duduk di bangku ini?”

“Tapi kau duduk di bangku milikku. Makanya aku mengusirmu untuk pindah."

“Kan tadi aku sudah katakan bangku ini adalah milik umum jadi siapa saja bisa duduk di sini. Hanya karena kau yang pertama kali melihat bangku ini dan sering duduk di sini menjadikan bangku ini milikmu.”

Lelaki yang kini telah berdiri dan berhadapan dengan Anne, tidak dapat lagi menahan amarahnya kepada Anne. Bahkan hampir saja Anne dan lelaki tersebut saling berteriak meluapkan amarah mereka jika bukan karena penjaga keamanan labirin yang datang menghampiri mereka.

“Good afternoon, Mr and Ms. May I help you? What happened in here?”

“Oh, it’s nothing. We just practice our drama in here. Right baby?” tiba-
tiba lelaki itu memeluk Anne ketika penjaga keamanan labirin menghampiri mereka.

Anne yang sedang dipeluk oleh lelaki tersebut hanya bisa menganggukkan kepalanya. Tertegun dengan sentuhan tiba-tiba dari seorang lelaki yang sama sekali tidak dia kenal. Bagaimana mungkin kamu bisa bereaksi normal dalam keadaan seperti itu? Anne tidak mengerti kenapa juga lelaki itu harus memeluknya seperti ini.

"Alright if everything is okay. Just please make sure don’t make a noise in here because it is the public place and I want you two Mr and Ms to keep this place well.”

“Yes, sure we will. Thank you, Sir and I’m sorry.”

“Well, good afternoon Mr and Ms. Enjoy your day.”

“Thank you and you too.”

Saat penjaga keamanan labirin sudah menjauh, Anne langsung menginjak kaki lelaki yang memeluknya itu.

“Pencuri kesempatan dalam kesempitan. Apa yang kau lakukan memelukku seperti kita sepasang kekasih?”

“Tenang nona. Aku tidak bermaksud buruk kepadamu. Aku hanya tidak ingin berurusan dengan mereka dan kenapa harus kau menginjak kakiku? Bukannya berterima kasih aku telah menolongmu.”

“Terima kasih? Kepada dirimu? Lelaki yang tidak menghormati wanita. Tidak akan pernah.”

"Terserah dirimu saja.”

Lelaki itu duduk kembali di bangku, melanjutkan kegiatan yang sebelumnya dia lakukan. Sementara Anne duduk di bagian yang kosong bangku tersebut sambil membuka buku yang akan dia baca.

Akhirnya mereka duduk di sisi kiri dan kanan pada bangku yang sama. Menyibukan diri dengan kegiatan yang mereka lakukan. Tidak seperti sebelumnya, suasana diantara kedua terlihat lebih damai. Tidak ada lagi ucapan saling mencela dan perebutan bangku seperti saat pertama mereka bertemu.

“Namamu? Aku Steve dari Brooklyn.”

“Anne, Alpen.”

“Nama yang indah. Pantas saja kau itu arrogant. Well, terima kasih sudah menemaniku. Sampai bertemu lagi.”

Seperti itu, Anne dan Steve menghabiskan waktu pertemuan pertama mereka yang berlanjut dengan pesan kertas yang sering dikirim oleh Steve. Hanya satu pertanyaan Anne yang belum terungkap. Kapan Anne dapat bertemu tatap muka dengan Steve sekali lagi?

***

TO BE CONTINUE

NO COPY PASTE WITHOUT CREDIT coffeepen,books

Comments